BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Novel yang berjudul layar terkembang karya St.Takdir
Alisjhabana mengangkat kisah kehidupan dua orang gadis yang penuh lika-liku
menjalani hidup. Di dalam cerita novel tersebut banyak mengangkat unsur
psikologis tokoh-tokohnya atau konflik batin pada setiap tokohnya. Yang melatar
belakangi saya mengkaji novel sastra ini adalah selain ceritanya menarik untuk
di baca, di dalamnya juga banyak di angkat mengenai proses bagaimana menjalani
kehidupan serta konflik yang terjadi sepanjang cerita. Tokoh utama yang
terdapat dalam cerita ini adalah seorang gadis bernama Tuti, ia mempunyai adik
bernama Maria dan Ayahnya yang bernama R. Wiriatmaja, namun ibundanya telah
tiada, karena terkena penyakit dan meninggal dunia dua yang lalu. Mereka asli
orang Banten,namun sejak kecil mereka di boyong ayahnya untuk tinggal di
Jakarta, mereka tinggal di jalan cidengweg, di ujung gang Hauber.
Novel ini juga banyak mengandung nilai-nilai sosial di
dalamnya. Terutama pada tokoh utamanya yang mempunyai jiwa sosial tinggi
terhadap kaumnya, maka terpanggil hati dan jiwanya untuk membela kaumnya. Oleh
karenanya untuk merealisasikan keinginannya itu ia banyak berkecimpung di dalam
organisasi wanita (emansipasi wanita) dengan tujuan memerdekakan kaumnya dari
segala bentuk penindasan baik itu fisik ataupun moral. Dia selalu berpidato di
depan umum menyampaikan aspirasinya mengenai hak perempuan-perempuan negeri ini
untuk hidup merdeka dan bebas dari segala macam penindasan, Karena pada masa
dahulu perempuan selalu di anggap remeh terutama oleh para lelaki,sehingga
mereka selalu di tindas dan di perlakukan dengan tidak adil. Sehingga alur
cerita yang coba ingin di bangun oleh penulis di dalamnya adalah alur campuran
yang di mana banyak kisah-kisah yang berbentuk cerita di dalam cerita dan
penulis berada di luar cerita atau dia sebagai peninjau yang menceritakan satu
persatu watak dari tokoh-tokoh yang ada serta alur dan bagian klimaknya
Di dalam novel ini terdapat beberapa latar tempat kejadian,
yakni di Jakarta, di sumatera, sindanglaya dan Bandung. Tempat-tempat ini
selain unik, juga banyak menyimpan kekayaan alam yang telah di gambarkan
penulis melalui cerita tokoh-tokohnya yang sekali-kali memuji alam semesta
tempat ia berkunjung di manapun itu. Inilah yang menjadi daya tarik pembaca
untuk memahami betapa indahnya kekayaan alam di negeri ini. Yang menarik juga
yaitu kondisi sosial dari masing-masing tokoh yang tentunya berbeda-beda pula.
Oleh karenanya banyak sekali kita dapat memetik sebuah
pelajaran dalam novel ini yaitu mengenai bagaimana menjalani sebuah kehidupan,
pemikiran dalam memutuskan untuk lepas dari suatu masalah yang melilit
kita,membahas mengenai aspek pendidikan yang begitu penting dalam kehidupan ini
dan juga lingkungan di sekitar kita yang selau luput dari pandangan kita.
B. Rumusan masalah
Bagaimana mendeskripsikan unsur-unsur dalam novel melalui
pendekatan struktural yang terdapat dalam novel berjudul Layar terkembang karya
St.Takdir Alisjhabana.
C. Tujuan penelitian
Mendeskripsikan unsur-unsur yang membentuk novel Layar terkembang karya St. Takdir
Alisjhabana.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Unsur-unsur Instristik Novel
Layar terkembang
1) Alur ( Plot )
Tahap eksposisi (perkenalan), di dalam cerita ini di awali
dengan tahap perkenalan tokoh-tokohnya, perncerminan situasi tokoh-tokohnya,
dan konflik awal dari cerita. Tuti (tokoh utama) : mempunyai usia 25 tahun,
seorang guru di sekolah dasar dan pemimpin dari organisasi eman sepasi wanita
yang di beri nama Putri sedar. Ia mempunyai adik yang bernama Maria yang
mempunyai usia 22 tahun. Mereka adalah anak dari Raden wiriaatmaja bekas wedana
Banten dan kini mereka tinggal di Jakarta karena ayahnya telah pensiun dan
ibunda mereka telah meninggal dua tahun yang lalu karena terkena penyakit. Tuti
yang sangat berbeda wataknya dengan Maria adiknya membuat sekali-kali ayahnya
bingung dengan mereka terutama Tuti yang hingga kini menginjak usia 25 tak jua
mendapatkan pasangan hidup yang akan mendampinginya kelak. Maria yang amat
periang anaknya biasa berdebat dengan kakaknya itu tak pelak memunculkan
konflik-konflik serta perbedaan pendapat di antara mereka.
Tahap konflikasi
(pemunculan peristiwa), Tuti sebagai tokoh utama banyak mengalami
konflik-konflik baik itu antar tokoh lainnya terutama terhadap Maria adiknya,
serta di dalam jiwanya sendiri. Ia berjuang memertahankan kaumnya dari segala
bentuk penindasan dan ketidakadilan, untuk mewujudkan semua itu ia berkecimpung
di dalam organisasi eman sipasi wanita, sehingga ia tidak memperdulikan
kepentingan pribadinya sendiri, inilah yang memunculkan sedikit ego di dalam
dirinya mengenai kehidupan yang di jalaninya itu adalah hal yang terbaik bagi
dirinya. Ayahnya yang agak heran dengan pendiriannya itu selalu di
pertanyakannya. Terutama pada saat ia memutuskan pernikahan dengan tunangannya
hanya karena masalah organisasinya sehingga membuat Hambali memutuskan hubungan
mereka.
Tahap resolusi (denouement), Tuti kini telah paham arti
sebuah kehidupan, terlihat pada saat ia memutuskan untuk meninggalkan kongres
Putri sedar demi menjenguk adiknya yang tengah di rawat di rumah sakit
sindanglaya, di-sana ia tinggal di rumah sahabatnya Ratna dan Saleh. Ratna yag
dulunya hidup glamor di Jakarta, kini telah berubah setelah menikah dengan
Saleh, ia hidup sederhana dengan bertani di desa dan kesabaran Maria dalam
menghadapi penyakit yang di deritanya serta kebesaran hati Maria mengikhlaskan
Tuti menikah dengan Yusuf kekasihnya karena Maria harus meninggalkan dunia.
Semua itu ia jadikan pelajaran yang sangat berharga di dalam hidupnya dan tidak
akan lagi menyia-nyiakan amanah yang di berikan adiknya serta kesempatan meraih
kehidupan yang lebih baik lagi.
Tahap klimaks (puncak), Tuti yang dulunya mempunyai
pendirian kuat mengenai kehidupan yang di jalaninya, kini berubah setelah
melihat kehidupan orang-orang di sekitarnya. Semua itu ia berhasil atau bisa di
katakan sukses dalam merubah pendirian serta pemikirannya. Namun ia harus
kehilangan adik satu-satunya Maria karena sakit, di balik kesedihan yang di
alaminya tersimpan keinginan yang kuat untuk merubah semua pemahamannya
mengenai kehidupan yang akan di jalaninya kelak. Kini ia memutuskan menerima
Yusuf sebagai kekasih dan ingin menjadi istrinya.
2)
Penokohan (pelukisan tokoh)
Tokoh yang ada dalam novel Layar terkembang sangat
berbeda-beda watak dan tingkah laku mereka. Seperti masing-masing tokoh yang di
jelaskan di bawah ini :
·
Tuti
(tokoh utama) mempunyai usia 25 tahun, ia seorang guru pada sekolah H.I.S.
Arjuna di petojo. anak tertua dari dua bersaudara, Ia mempunyai watak yang
kuat, pendirian yang tegas, tidak mudah terpengaruh oleh orang lain, segala
sesuatunya selalu di pertimbangkan dengan matang-matang sebelum di kerjakannya.
Pendidikan selalu di utamakan termaksud organisasi eman spasi wanita yang di gelutinya.
Namun ia baik hati, pengertian, tidak mudah tersinggung dan tidak mudah terharu
atau sedih pada saat di timpa masalah. Tampak pada kutipan berikut : “Tuti
berusaha sedapat-dapatnya menggantikan kedudukan dan pekerjaan bundanya.
Sekalian pekerti dan kelakuan adiknya itu dicoba menerimanya dan menyesuaikan
dengan hatinya meskipun hal itu tidak dapat dalam segala hal,dalam hal hidup
bersama-sama. Usahanya itu jelas membawa ketenangan dan kerja sama.
·
Maria
adiknya baru berusia 20 tahun. ia tengah mengemban pendidikan di H.B.S.
Carpentier Alting Stichting kelas . Ia memiliki watak yang periang, baik hati
kepada siapapun, selalu bertindak sesuai perasaannya sehinnga ia mudah
tersinggung, mudah terharu hingga menangis pada saat di timpa masalah. Perbedaan
yang sangat bertolak belakang dengan kakaknya. seperti tampak pada kutipan
berikut: “lekas benar kita sampai ini”,kata maria agak kecewa,”lihatlah belum
seorang juga lagi.
·
R. Wiriaatmaja adalah ayah Maria dan Tuti.
Pensiunan wedana Banten ini, kini hidup dengan pensiunannya bersama kedua
anaknya di Jakarta, ia memboyong kedua anaknya itu sejak ia pensiun. Wataknya
baik, sayang pada keluarga, dan selalu memberikan kebebasan untuk memilih jalan
hidup mereka masing-masing, terutama Tuti yang sedikit keras pendiriannya di
banding adiknya. Seperti pada kutipan berikut : “Memaksa anaknya itu menurut
kehendaknya tiada sampai hatinya. Sebab sayangnya kepada Tuti dan Maria tiada
terkata-kata, apalagi sejak berpulang istrinya dua tahun yang lalu. Dengan
tiada insafnya, dalam dua tahun yang akhir ini sejak Tuti mengurus rumah dan
dirinya, perlahan-lahan tumbuh dalam hatinya sesuatu perasaan hormat kepada
kekerasan hati dan ketetapan pendirian anaknya yang tua itu.”
·
Yusuf
adalah pemuda yang di kenal Tuti dan Maria pada saat mengunjungi akuarium. Ia
telah hampir lima tahun belajar pada sekolah Tabib Tinggi atau kedokteran dan
ia juga putra Demang Munaf di Martapura Sumatera utara. Wataknya baik hati,
tidak sombong, dan mudah bergaul dengan siapapun.
·
Partadiharja adalah ipar dari R. Wiriaatmaja
(paman Tuti dan Maria). Memiliki watak yang kuat, mudah di kecewakan, namun
hatinya baik sehingga ia mau membiayai pendidikan adiknya hingga bekerja.
Seperti tampak pada kutipan berikut : “…..Saya tidak mengerti sekali-kali bagaimana
pikiran saleh,maka ia minta dengan tiada berbicara lagi dengan family.”…tetapi
itu dibuangnya saja dengan ucapan yang bukan-bukan…..”
·
Istri partadiharta adalah adik kandung
R.Wiriaatnaja yang berusia 32 tahun. Seorang ibu rumah tangga, ia memberikan tiga
anak kepada suaminya yakni iskandar yang berusia 10 tahun, Ningsih 9 tahun dan
Rukmini yang masih Balita. Memiliki watak baik hati dan tidak mudah marah.
·
Rukamah
adalah saudara sepupu Tuti dan Maria. Wataknya baik hati dan sangat akrab
dengan Tuti dan Maria, namun orangnya sedikit jail,suka ngerjain orang. Seperti
tampak pada kutipan berikut : “….Maria,Maria itu ia datang!” kata Rukamah Maria
tiada menyangka suatu apa jua pun menggelompar dari tempat tidur dan dalam
sekejap ia sudah ke luar kamar menuju depan….” “…tak berapa lama antaranya,
kembalilah Maria kedalam kamar, muka pucat mengerut. Dengan suara yang
gemetar,” Engkau jahat benar, Rukamah, menipu saya serupa itu….”
·
Saleh dan Ratna adalah saudara sepupu dan
teman Tuti yang kini tinggal di desa Sindanglaya. Kini mereka hidup bersahaja,
tidak lagi hidup mewah seperti dahulu di kota yang suka berfoya-foya. Seperti
pada kutipan berikut : “Alanhkah banyaknya Ratna berubah Nampak kepadanya dalam
setahu sejak ia bersuami.”
3)
Latar/setting (fisik dan sosial)
Di dalam novel layar terkembang memiliki beberapa latar
tempat seperti di Jakarta, yang merupakan ibu kota Negara Indonesia. Kota ini
di hiasi gedung-gedung tinggi, padat kendaraan, dan memiliki penduduk yang
cukup padat. R.Wiriaatmaja dan kedua anaknya tinggal di jalan Cidenweeg,gang
hauber. Kedua di sumatera, tepatnya di martapura tempat kelahiran Yusuf yang
kini tinggal di Jakarta, namun kedua orang tuanya masih tinggal di sana.
Suasana alam Martapura sangat nyaman, sebagian daerahnya masih alami yang di
penuhi oleh pohon-pohon dan pegunungan yang indah serta belum terusik oleh
tangan manusia. Ketiga di Sindanglaya,pacet tempat Maria di rawat karena
terkena penyakit dan harus di rawat di sana. Sindanglaya juga tempat kediaman
Saleh dan Ratna yang kini hidup bersahaja dan bercocok tanam guna memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Cerita ini berlangsung selama dua tahun, karena pada
saat kisah di ceritakan Maria baru berusia 20 tahun hingga ia meninggal dunia
karena penyakit yang di deritanya ia berusia 22 tahun dan ceritanya telah usai.
4)
Sudut pandang pengarang
Pada novel layar terkemkang, pengarang berada di luar cerita
atau pengarang menceritakan cerita itu sebagai seorang peninjau. Ini di lihat
pada saat pengarang menceritakan mulai dari tahap pertama eksposisi yakni
pengenalan tokoh-tokoh utama, kedua tahap komplikasi yakni mulai adanya
pemunculan peristiwa yang akan terjadi,ketiga tahap resolusi hingga tahap
terakhir yakini klimaks atau babak akhir yang menimbulkan kesan tertentu pada
pembaca. Semua cerita itu pengarang kisahkan dalam novel layar terkembang, yang
artinya pengarang tidak ikut terlibat dalam novel tersebut.
B.Unsur
Ekstrinsik
a)
Nilai sosial: Kasih sayang dan perhatian
Seorang ayah pada anaknya:kutipan paragraf 1 halaman 12 :”Memaksa
anaknya itu menurut kehendaknya itu tiada sampai hatinya,sebab
sayangnya kepada Tuti dan Maria.......”
b)
Nilai Budaya: Menggunakan Bahasa Belanda
Kutipan alenia 1 halaman 1:”Tangan belus itu yang panjang terbuat
dari georgette..”
Kutipan alenia 9 halaman 28:”..dua buah stoples dengan kasstengel dan
kattetong..”
3.Nilai Agama: Religius,ketaatan akan
agama
Kutipan alenia
9 halaman 28:”Dan ketika bedik magrib sayup-sayup dibawa angin dari kampung
jauh disebelah timur,wiriatmaja masuk pula meninggalkan anak-anak muda bertiga
itu dihalaman,akan pergi sembahyang.”
Kutipan alenia
5 halaman 29:”setiap petang senin dan petang kamis datang kemari haji guru
agamanya.kami disuruhnya juga belajar agama.........”
4.Nilai Moral: keikhlasan dan ketulusan
Kutipan alenia 7 halaman 161 :”Alangkah
bahagia saya rasanya
diakhirat
nanti,kalau saya tahu bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan,
Kutipan alenia
2 halaman 166:”beberapa lamanya Tuti dan Yusuf berdiri tiada
bergerak-gerak,laksan terpaku pada tanah yang pemurah itu,yang senantiasa tulus
dan ikhlas menerima.......
Kemandirian dan ketegasan
Kutipan alenia
4 halaman 35:”Perempuan bangsa tak boleh mempunyai kemauan sendiri.Perempuan
yang sebaik-baiknya,yang semulia-mulianya ialah perempuan yang paling sedikit
mempunyai kemauan sendiri.........maksud hidup perempuan ialah untuk
mengabdi untuk menjadi hamba sahaya”
Kutipan alenia
1 halaman 40:”Sesungguhnya hanya kalau perempuan dikembalikan derajatnya
sebagai manusia,barulah keadaan bangsa kita dapat berobah”
Kutipan alenia 2
halaman 40:”kita harus membanting tulang sendiri untuk mendapat hak kita
sebagai manusia.kita harus merintis jalan untuk lahirnya perempuan yang
baru,yang bebas berdirimenghadapi dunia..”
C. Nilai-nilai psikologis (konflik
batin antar tokoh) dalam novel layar terkembang.
®
Kekecewaan
Maria terhadap keadaan sekitarnya. Terlihat pada Kutipan berikut : “lekas benar
kita sampai ini”,kata maria agak kecewa,”lihatlah belum seorang juga lagi.”
®
Ketegaran
hati Tuti terhadap keadaan sekitar yag tidak mudah kecewa. Tampak pada Kutipan
berikut : Bukankah lebih baik serupa itu?” sahut kakaknya dengan suara yang
tidak peduli , dan agak tetap sedikit disambungnya,”sekarang kita dapat melihat
segalanya sekehendak hati kita, tak diusik-usik orang.”
®
Rasa
pengertian dan tanggung jawab Tuti terhadap diri dan keluarganya, setelah di
tinggal ibundanya. Tampak pada kutipan berikut : “Tuti berusaha
sedapat-dapatnya menggantikan kedudukan dan pekerjaan bundanya. Sekalian
pekerti dan kelakuan adiknya itu dicoba menerimanya dan menyesuaikan dengan
hatinya meskipun hal itu tidak dapat dalam segala hal,dalam hal hidup
bersama-sama. Usahanya itu jelas membawa ketenangan dan kerja sama. Bagi Maria
sendiri yang masih anak burung mengepak-ngepakkan sayap, belum dapat tempat
bertengger, pimpinan Tuti yang tiada dinyatakan benar kepadanya itu terasa
sebagai aman.”
®
Kondisi
psiklogis pikiran yang dialami Tuti pada saat mereka tengah berada di perjalan
rumah mereka dipenuhi oleh kongres putri sedar yang diketuainya ini menandakan
bahwa Tuti adalah orang yang aktif baik itu sebagai guru maupun dalam
berorganisasi.Tampak pada kutipan berikut. “………telah berhari-hari ia tiada
pernah diam. Kalau tiada berjalan untuk mengunjungi orang-orang yang lain yang
harus mengurus kongres itu, ia asyik membaca dan menulis dirumah untuk
menyiapkan pidatonya…..”
®
Pemikirkan
Tuti yang selalu terfokus pada masyarakat khususnya para perempuan-perempuan
dinegerinya,untuk tidak selalu menurut kehendak laki-laki, mereka harus
berjuang dan mempertahankan dirinya untuk menyetarakan dirinya dengan kaum
laki-laki. Hal ini tampak pada kutipan berikut : …..“ia yakin benar-benar,
bahwa keadaan perempuan bangsanya amat buruk. Dalam segala hal manusia yang
tiada mempunyai kehendak dan keyakinan, manusia yang terikat oleh berates-ratus
ikatan, manusia yang hanya harus menurut kehendak laki-laki.” Ini menandakan
hati dan pikiran Tuti sudah benar-benar kuat dan penuh keteguhan untuk membela
dan mempertahankan harga diri kaumnya dari segala bentuk penindasan kaum pria
untuk tidak tunduk dibawah telapak tangannya dan harus mandiri serta bisa
bertahan hidup tanpa mereka.
®
Kebijaksanaan
R.Wiriaatmaja dalam mendidik anak-anaknya, ia memberikan kebebasan sepenuhnya
dalam pergaulan. Namun masih ada sedikit beban pikiran terhadap anaknya
khususnya Tuti yang sangat berbeda sikap dan tingkah lakunya dengan Maria
adiknya. Perbedaan itu tampak pada kutipan berikut: “……..ia biasa memberikan
kebebasan sebesar-besarnya kepada anaknya. Sebagai seorang yang besar dalam
didikan cara lama,…….” “…….. terutama payah sekali ia mengkaji sikap dan
pendirian Tuti yang lain benar kepadanya dari Maria. Apakah gunanya ia sebagai
perempuan siang-malam membuang tenaga dan waktu untuk perkumpulan, .….” “….dan
sampai sekarang belum dapat ia menduga, mengapa Tuti memutuskan pertunangannya
dengan Hambali,…….”
®
Tanggapan
sikap Tuti terhadap pertanyaan ayahnya. Kutipan berikut : “…….sering ia mencoba
berbicara dengan Tuti untuk mengetahui kata hatinya, tetapi hal itu sedikit tak
menjadi terang baginya : ia tiada mengerti apa tujuan ucapan Tuti yang
mengatakan, bahwa tiap-tiap harus menjalankan penghidupannya sendiri,…….”
®
Kepasrahan
R.Wiriaatmaja terhadp sikap dan pendirian Tuti yang benar-benar kuat dan tak
bisa di ubah lagi. Tampak pada kutipan: “Memaksa anaknya itu menurut kehendaknya
tiada sampai hatinya. Sebab sayangnya kepada Tuti dan Maria tiada terkat-kata,
apalagi sejak berpulang istrinya dua tahun yang lalu. Dengan tiada insafnya,
dalam dua tahun yang akhir ini sejak Tuti mengurus rumah dan dirinya,
perlahan-lahan tumbuh dalam hatinya sesuatu perasaan hormat kepada kekerasan
hati dan ketetapan pendirian anaknya yang tua itu.”
®
R.Wiriaatmaja
menyimpan rasa percaya, hormat, dan menghargai segala sikap dan pendirian Tuti
dengan apa yang selalu dikerjakannya. Mungkin semua itu adalah pilihan hidup
yang harus dijalaninya. Semua itu tampak pada kutipan berikut : “….dan hal itu
mendamaikan hatinya sebagai ayah terhadap kepada berbagai-bagai pekerti dan
perbuatan anaknya itu yang tidak sesuai dengan pikirannya. Dalam hati kecilnya
timbul suatu perasaan percaya, yang lahir oleh perasaan kuasa untuk menunjukkan
yang lebih baik,”Ah, Tuti tentu tahu sendiri, apa yang baik bagi dirinya.”
®
Setelah
pertemuan dan perkenalan mereka di Akuarium pasar ikan tadi ternyata pikiran
Yusuf terpaut pada salah satu dari kedua bersaudara itu yaitu Maria. Seperti
pada kutipan berikut: “…… perkenalan yang sebentar itu meninggalkan jejak yang
dalam di kalbunya…..” tetapi tidak ,tertutama sekali menarik hatinya ialah
Maria. Mukanya lebih berseri-seri, matanya menyinarkan kegirangan hidup dan
bibirnya senantiasa tersenyum menyingkapkan giginya yang putih.”
®
Keakrapan
dan rasa kagum Yusuf terhadap Maria. Tampak pada kutipan : “….sebentar Yusuf
mengikuti Maria dengan matanya dan hainya timbul lagi pengakuan akan kecantikan
gadis itu.”…….sepanjang jalan bahkan sepagi-pagi itu perawan jelita yang baru
dikenalnya itu tiada meninggal-ninggalkan pikirannya lagi. Sekali-sekali nikmat
ganjil rasa perasaannya, seolah-olah seluruh dirinya dilanggar gelora perasaan
yang belum pernah dirasanya seumur hidupnya.” Jelas bahwa Yusuf kini telah
terpaut hatinya pada Maria karena perasaan yang tak karuan ketika berjumpa
dengan gadis itu. Ia baru merasakan hal tersebut seumur hidupnya dan kini
perasaan itu telah timbul setelah bersua dengan Maria si gadis periang itu.
®
Kekecawaan
dan kekesalan hati parta terhadap adiknya tersebut yang telah menyia-nyiakan
masa depannya tersebut dengan meninggalkan pekerjaan yang cukup baik itu.
Tampak parta yang belum menerima keputusan adinya itu untuk keluar dari
pekerjaannya tersebut. Tampak pada kutipan berikut: “…..Saya tidak mengerti
sekali-kali bagaimana pikiran saleh,maka ia minta dengan tiada berbicara lagi
dengan family.”…tetapi itu dibuangnya saja dengan ucapan yang bukan-bukan…..”
®
Konflik
antar Tuti dengan Pamannya. Tuti tak sependapat dengan Pamannya,ia lebih
cenderung sepadan dengan sikap dan pendirian Saleh yang memilih keluar dari
pekerjaannya tersebut. Pamannya pun tak terima dan menyela semua pendapat yang
disampaikan Tuti. Tampak pada kutipan berikut: “…..kalau pendapat Saleh itu
paman anggap omong kosong semata-mata, kalau Paman tidak dapat merasakan
perasaan dan perjuangan di dalam hatinya, tentulah Paman tidak dapat mengerti
akan perbuatanya…”parta pun menimpa,”Ya, engkau mudah berkata saja, tetapi
engkau tidak tahu, betapa kesalnya hati saya…..”
®
Sikap
Ayahnya yang pasrah akan sikap dan perilaku anak-anak muda sekarang dan kedua
putrinya. Tampak pada kutipan berikut: “Ya, payah benar kita dengan anak-anak
muda sekarang,”kata wiriaatmaja sebagai seorang yang menerima akan
nasibnya.”Mereka hendak menurut kehendak hatinya saja, sering tambak dikerasi,
tambah payah. Kita orang tua-tua tiada diacuhkannya.”
®
Keprihatin
Tuti terhadap perempuan-perempuan sekarang tidak berharga sedikit jua pun di
mata masyarakat. Maka dengan suara yang nyaring keluar dari mulutnya selaku
protes : “…dan dari perempuan yang telah dimatikan semangatnya serupa itu,
orang masih berani berharap lahirnya keturunan yang kuat. Adakah,
saudara-saudara, permintaan yang lebih gila dari pada itu?”
®
Tuti memberikan suntikan semangat terhadap
semua kaum hawa di gedung tersebut untuk tidak terlindas oleh orang-orang yang
ingin memperdaya dan mempermainkan mereka. Seperti pada kutipan pidatonya:
“…tetapi lebih-lebih dari segalanya haruslah kaum perempuan sendiri insaf aka
dirinya dan berjuang untuk mendapat penghargaan dan kedudukan yang lebih layak.
Ia tiada boleh menyerahkan nasibnya kepada golongan yang lain ,apalagi golongan
laki-laki yang merasa akan kerugian, apabila ia harus melepaskan kekuasaannya
yang telah beradap-adap dipertahankannya.”
®
Kegelisahan
hati dan pikirannya Yusuf yang tengah berlibur di kampung halamanya yang selalu
tertuju ke Jakarta. Seperti kutipan berikut: “…senantiasa ia gelisah,
pikirannya berbalik-balik ke Jakarta juga, seakan-akan ada sesuatu yang
menariknya di sana. Tetapi sekarang tentulah ia belum dapat kembali ke Jakarta
sebab ibunya yang amat sayang kepadanya karena ia anak tunggal, pasti tiada
akan melepaskannya selekas itu meninggalkan pula.”
®
Yusuf selalu termenung ketika membaca surat
dari Maria. seperti kutipan berikut:”….setelah habis surat itu dibacanya,
termenunglah ia beberapa lamanya menurutkan arus pikiran dan kenang-kenangannya
yang tak tentu arah…”
19) Perasaan Yusuf yang ingin sekali berjumpa dengan Maria di Bandung tempat
Maria sekarang. seperti kutipan berikut: “…di dasar jiwanya terdengar kepadanya
Bandung memanggil…”
®
Yusuf
mengungkapkan isi hatinya kepada Maria yang tak mampu lagi ia bendung. Semua
itu terlontar seperti pada kutipan berikut: “….pada mata Maria Nampak kepadanya
berlinang air mata dan mesra dan meminta menggemetarlah suaranya untuk pertama
kali seumur hidupnya,” Maria,Maria,tahukah engkau aku cinta padamu?”
®
Maria tak bisa menolak hati Yusuf yang kini
sudah berada dalam pelukannya tampah pasrah Maria dengan ciuman yang diberikan
Yusuf. “Badan Maria jatuh melemah ke tangan Yusuf dan seraya menengadah dengan
pandangan penyerahan, keluar dari mulutnya bisik lesu hampir-hampir tiada
kedengaran,”Lama benar engkau menyuruh saya menanti katamu….”
®
Jadilah
mereka sepasang kekasih yang begitu mesra dan Maria adalah cinta pertama Yusuf
begitupun sebaliknya Yusuf adalah cinta pertama bagi Maria. Kutipan :“…..tak
bisa lagi ia meneruskan ucapannya sebab Yusuf menunduk menutupkan bibirnya ke
atas bibir Maria. Dan dalam curahan cinta pertama, yang mengemetarkan badan
mereka yang muda remaja itu, menjauh mengaburlah keinsafan akan tempat dan
waktu.”
®
Kekecewaan
Maria kepada Rukamah dengan mengerjainya yang menurutnya sungguh tega dan susah
untuk ditolerir lagi kutipan. “….Maria,Maria itu ia datang!” Maria tiada
menyangka suatu apa jua pun menggelompar dari tempat tidur dan dalam sekejap ia
sudah ke luar kamar menuju depan….” “…tak berapa lama antaranya, kembalilah
Maria kedalam kamar, muka pucat mengerut. Dengan suara yang gemetar,” Engkau
jahat benar, Rukamah, menipu saya serupa itu….
®
Permintaan
maaf Rukamah terhadap maria. Kutipan : “….lalu didekatinya Maria dan
dibelai-belainya rambutnya seraya berkata,” jangan marah Maria, tidak
sekali-kali maksud saya menyakiti hatimu. Saya terlanjur dan kurang pikir tadi.
Diamlah! Tidak lagi saya akan mengganggu serupa itu.”
®
Konflik
antar Tuti dan Maria, Tuti protes terhadap sikap Maria. Tampak pada Kutipa :
“…Maria mengapa engkau sebodoh itu? Rukamah hanya berolok-olok. Masakan oleh
serupa itu saja sudah menangis, engkau bukan anak-anak lagi!”
®
Sikap pembelaan Maria terhadap protes
kakaknya. Tampak pada kutipan : “cinta engkau barangkali cinta perdagangan,
buruk-baik hendak engkau timbang sampai semiligram. Patutlah pertunanganmu
dengan Hambali putus.” “patutlah putus, patutlah putus….”
®
Tekanan
batin yang di alami Tuti ketika mengingat kata-kata Maria yang mengejeknya,
selalu terbayang di dalam pikirannya, sehingga membuatnya teringat kembali akan
putusnya hubungan tunangannya bersama Hambali dulu. Kutipan : “…..itu
perselisihan yang pertama! Hambali tidak pernah senang, apalagi ia datang di
Jakarta. Katanya, Tuti sedikit benar memperdulikannya, ia selalu saja bekerja
untuk perkumpulannya. Perhubungan mereka tiada sedikit juga pun seperti
perhubungan orang bertunangan.” Ini membuatnya tak bisa berkonsentrasi dalam
mempersiapkan pidatonya dalam kongres putri sedar.
®
Perasaan
kagum Tuti terhadap sandiwara teater di dalam kongres pemuda yang di ikuti
yusuf dan Maria sebagai pemeran utamanya. Tampak pada kutipan : “…indah
benar,belum pernah saya melihat pertunjukan seindah ini,” keluar dengan tulus
dari mulut Tuti yang jarang memuji itu. “Engkau berdua baik benar bermain.
Terutama percakapan Damar Wulan dan Wisynu sangat meresap ke dalam hati saya.
Bagus benar percakapan-percakapan sandiwara itu tadi.”
®
Sedikit
ketidak puasan Tuti terhadap cerita tersebut, sehingga menimbulkan konflik
antar Maria. Tampak pada kutipan: “…sandiwara tadi bagus, sebenarnya bagus.
Tetapi kebagusannya itu melemahkan hati dan tenaga….” Ujar Tuti, ,…”melemahkan
hati? Ada-ada saja pikiranmua. Tak pernah engkau melihat perbuatan orang yang
tiada tercela. Coba engkau menyusun sendiri sandiwara, supaya engkau puas
benar….”, “kalau tiada mengerti,baiklah engkau diam saja, Maria….” Tetapi Maria
tiada gentar dan menjawab,”baikku bagus, ya bagus, tidak banyak cincong seperti
engkau!”
®
Kekesalan
Maria terhadap kakaknya yang terus saja memprotes akan pertunjukan yamg mereka
perankan. Kutipan: “…Ya suruh Tuti membuatnya,”kata Maria yang sebenarnya agak
mulai mengerti mendengar maksud kakaknya itu,tetapi masih juga hendak
melepaskan panas hatinya akan celaan saudaranya itu.”
®
Perasaan
was-was hati Tuti mengenai Supomo rekan kerjanya yang selalu mendekati dan
menarik perhatiannya. Kutipan : “Dalam arus pikiran dan perasaannya itu,
tiba-tiba terkilat pertanyaan dalam hatinya. Bagaimanakah kalau pada suatu hari
Supomo memintanya menjadi istrinya? Adakah hatinya tertarik kepada teman
sekerjanya itu?”
®
Perasaan
Tuti yang terkejut pada saat Supomo yang baru saja mengatakan cinta padanya.
Selalu terpikir dalam hati dan benaknya, dan menanti jawabannya. Kutipan :
“….tetapi meskipun demikian, ketika perkataan yang penting itu keluar dari
mulut Supomo tadi, ia terkejut tiada dapat berkata-kata. Perkataan itu tiada
dijawabnya,teidak terjawab olehnya, meskipun berulang-ulang Supomo
menyatakannya dan meminta jawaban darinya.”
®
Dilema
yang terjadi pada Tuti. Memikirkan jawaban yang akan di berikan terhadap
pertanyaan Supmo nanti. kutipan “…bagaimana, akan diterimanyakah atau tiada
permintaan Supomo itu….? Kalau tiada diterimanya, apabila lagikah ia akan
bersuami? Usianya sekarang dua puluh tujuh tahun. Siapa tahu, kesempatan ini
ialah kesempatan yang terakhir baginya. Kalau dilepaskan pula, akan terlepaslah
untuk selam-lamanya.”
®
konflik
batin di jiwa Tuti tentang perasaannya terhadap Supomo. Apakah ia akan menerima
atau menolak cinta Yusuf. Terjadi gejolak jiwa pada perasaan Tuti yang tak
karuan dan tak menentu itu. Kutipan: “…bagaimana, akan diterimanyakah atau
tiada permintaan Supomo itu….? Kalau tiada diterimanya, apabila lagikah ia akan
bersuami? Usianya sekarang dua puluh tujuh tahun. Siapa tahu, kesempatan ini
ialah kesempatan yang terakhir baginya. Kalau dilepaskan pula, akan terlepaslah
untuk selama-lamanya.”
®
Pikiran
Tuti yang masih bimbang akan cintanya kepada Supomo. Apakah kalau ia
menerimanya hanya sebagai pelarian karena mengingat usianya yang sudah du puluh
tujuh tahun itu. Kutipan: ”Berlalu-lalu datang pertanyaan membanjiri
pikirannya; sekejap terkilap kepadanya, bahwa kenikmatan pergaulannya dengan
Supomo waktu yang akhir ini ialah usaha jiwanya melarikan dirinya dari perasaan
kengerian akan usianya yang sudah dua puluh tujuh tahun.” “….kalau ia menjadi
istrinya, maka perbuatan itu bukanlah oleh cintanya kepada Supomo, tetapi untuk
melarikan dirinya dari perasaan kehampaan dan kesepian.
®
Jawaban
cinta Supomo di jawab Tuti melalui sepucuk surat dan Keputusan Tuti menolak
cintanya. Kutipan : “….sedih saya memikirkan saya mesti menolak cinta yang
semulia dan susuci cintamu, tetapi saya tiada boleh menipu dirimu dan diri saya
sendiri.” Tampak bahwa Tuti mengambil keputusan yang sudah benar. Kalau ia
harus memaksa hatinya menerima Supomo, maka ia akan akan amat durhaka
membohongi Supomo dan terhadap hati dan perasaannya sendiri. Tuti tak mau
mengambil resiko yang amat besar tersebut, maka ia pun harus menolak cinta
Supomo dan semua itu ia tidak akan menyesalinya, bahkan ia mengucapkan syukur
akan keputusannya tersebut. Karena ia telah jujur akan hati dan perasaanya.
®
Kerinduaan Maria terhadap keluarga dan orang
yang di kasihinya selama ia di rawat di rumah sakit Pacet. Kutipan : “….Dan
apabila orang-orang sedang berjalan-jalan sekitar rumah sakit itu, melayanglah
pikirannya kepada sekalian orang yang dikasihinya: kekasihnya,ayah, dan
saudaranya….”
®
Perasaaan
takut Maria akan kematian mulai menghampirinya ketika ia ingat akan ibunya yang
telah meninggal dunia karena menderita penyakit yang serupa dengannya kini.
Kutipan: “….kadang-kadang teringat ia akan bundanya yang telah beberapa tahun
berpulang. Dalam waktu yang demikian amat terasalah kepadanya kemalangan
dirinya di rumah sakit yang sepi di lereng gunung itu.”
®
Pikirkan Tuti terhadap kongres yang baru di
tinggalkan guna menjenguk adiknya yang tinggal sendiri kesepian di rumah sakit.
Kutipan: “…sedang kereta api berjalan Tuti terus melamun tentang cita-citanya
tentang perkumpulannya, tentang kongres tahunan yang baru
ditinggalkannya…”tetapi tidak,liburnya tinggal hanya seminggu lagi dan yang
seminggu itu hendak dipakainya utnuk menggirangkan hati Maria…..”
®
Rasa kasihan Tuti terhadap adiknya yang
tinggal kesepian di rumah sakit dan jauh dari keluarga serta teman-temannya.
Kutipan: “Kasihan kepada Maria! Alangkah ingin hatinya hendak bersua dengan
adiknya yang hanya seorang itu. Ia tidak menyesal meninggalkan kongres,
meskipun masih sebanyak itu soal yang penting-penting akan dicakapkannya.” Tuti
yang tampaknya telah membuang egonya demi saudara satu-satunya itu. Ia telah
membuat keputusan yang benar, karena begitu pentingnya saudara dari pada kegiatan
apapun yang dijalaninya.
®
Perasaan
Maria yang teringat kembali akan kenangan-kenangan bersama Yusuf dulu. Pada
saat Yusuf mencurahkan kasih sayangnya kepada dia. Semua itu terasa bahagia
apabila terbayang kembali di dalam pikirannya yang tak mungkin ia lupakan
seumur hidupnya. Kutipan : “Nampak lagi kepadanya masa bahagianya, ketika ia mulai
bertunangan dengan Yusuf. Perjalanan mereka ke Dago, ketika mereka mencrahkan
kasih mesra yang telah lama terkadung di dalam hati.”
®
Dorongan
semangat yang di berikan Yusuf kepada Maria melaui surat untuk lekas cepat
sembuh dan berjanji kelak apabila ia menjadi dokter ia sendiri yang akan
menyembuhkannya dan dalam waktu kurang dari tiga bulan lagi ia akan meraih
semua itu. Kutipan: “Maria, engkau harus baik, lekas baik. Tiga bulan lagi akan
selesai sekolah saya. Saya sendiri akan menjaga kekasihku. Sejak dari sekarang
saya akan memepelajari penyakit tbc sedalam-dalamnya. Sebab kekasihku harus
saya sembuhkan sendiri.”
®
Kesungguhan
hati Yusuf yang ingin membahagiakan Maria. Bahagialah hati Maria mendengar
semua yang di sampaikan Yusuf itu. Ia merasa bahwa Yusuf adalah kekasih yang
setia dan tidak salah pilih ia menjadikan Yusuf sebagai kekasihnya. Namun
sekilas terbayang dibenaknya, apakah ia bisa menunggu selama tiga bulan
kekasihnya menjadi seorang dokter? Apakah ia bisa bertahan selama itu?
Pertanyaan ini bukan tidak beralasan mengingat kondisinya sekarang makin hari
makin menurun saja. Kutipan: “….Dalam perasaan bahagia sekejap itu cepat
gembira naik-turun dadanya. Tetapi datang sendiri bantahan dari dalam
hatinya,”Tiga bulan lagi… masih dapatkan ia menanti selama itu? Mungkinkan
sebelum itu ia telah…..” Keraguan tampak di dalam hatinya yang tak bisa
bertahan selama itu. Itulah yang selalu terbayang di dalam pikiran dan hatinya.
Maka hilanglah perasaan bahagia didalam hatinya.
®
Kekagetan
hati Maria yang melihat Tuti datang secara tiba-tiba, karena yang di jadwalkan
kepadanya bahwa ia akan datang pada hari rabu. Senanglah hati Maria sekejap
karena kedatangan kakaknya itu. Kutipan: “…Melihat Tuti yang tiada
disangka-sangkanya itu berdiri di hadapannya itu terlompat dari mulut
Maria,”Hai, Tuti, engkau datang pula.”
®
Keheranan
Tuti melihat adiknya itu yang makin hari makin menurun saja keadaan kondisi
pisiknya. Ia tidak menyangka penyakit itu ternyata telah memakan seluruh
badanya. Tampak kekawatiran di dalam hati Tuti, ia merasa kasihan terhadap
adiknya itu. “…Tetapi dalam ia berbicara itu tiada berhenti-henti
mengamat-amati rupa adiknya itu. Jika dibandingkan dengan dua bulan yang lalu,
jangankan ia agak sembuh, badannya bertambah kurus dan mukanya bertambah pucat.”
®
Pertanyaan
kepada adiknya mengenai perasaannya sekarang yang di jawabnya dengan pasrah
yang tak kuasa ia menahan rasa kesebalan hatinya memikirkan keadaannya.
Kutipan: “Berbagai-bagai pertanyaan Maria kepada Tuti tentang hal rumah,
tentang hal kenal-kenalannya di Jakarta. Segala yang kecil-kecil penting
baginya. Bagaimana keadaan taman-tamannya, siapa yang menggantikannya pada
sekolah Muhamdiyah.” O, alangkah inginya ia pulang ke Jakarta, akan melihat
rumahnya, akan bertemu denganbteman-temannya.” Tampak Maria yang merasa rindu
akan rumah,teman, dan tanamanya yang telah di tinggalkanya selama ia sakit.
Maria yang tak sabar ingin pulang ke Jakarta. Membuatnya semakin ingin lekas
sembuh secepatnya, namun apa dayanya penyakit TBC yang menggerogoti seluruh badannya.
®
Kecemasan
da kekawatiran Tuti dan Yusuf melihat kondisi Maria yang makin hari makin
menurun saja. Kutipan : “….Tuti menahan hatinya lagi dan berkatalah ia kepada
Yusuf, “Yusuf, bagaimanakah pikiranmu, masih adakah harapan Maria akan sembuh?
Rupanya sangat mencemaskan. Saya sesungguhnya takut…..
®
Keinsafan
hati,jiwa dan pikiaran Tuti terhadap kehidupan yang di jalaninya membuatnya
kini mulai berubah pandangan. Kutipan : “perlahan-lahan, hampir tiada di
ketahuinya tumbulah keinsafan di dalam hatinya,.” Tuti merasa dirinya menjadi
manusia yang baru yang lebih lapang hati dan pikirannya.”
®
Tuti
dan Yusuf memberikan dorongan semangat terhadap kekasihnya, agar ia tidak patah
semangat dalam melawan penyakit dan cepat lekas sembuh. Kutipan: “sekali lagi
Tuti dan yusuf memberikan nasihat kepada Maria, sekali lagi mereka mengatakan,
bahwa ia mesti sembuh,”
®
Kesedihan
dan kekawatiran Yusuf dan Tuti akhirnya terjadi juga. Maria meninggal dunia di
usia 22 tahun. Kutipan : “Maria…Januari 193…usia 22 tahun. Maka selaku
terpekurlah berdiri kedua-duanya memandang ke makam itu, tiada menggerak-gerakkan
dirinya.”
®
Tuti mendekatkan dirinya kepada Yusuf karena
mereka telah bertunangan dan akan melangsungkan pernikahan seminggu lagi. Maka
dari itu sebelum mereka melangsungkan pernikahan, terlebuh dahulu mereka
berziarah ke makam Maria untuk menghormati pengorbanan dan keikhlasannya
merelakan Yusuf bersanding bersama Tuti yang notabene kakak kandungnya sendiri.
Kutipan : “lima hari lagi akan berlangsung perkawinan mereka di Jakarta.
Sebelum perkawinan mereka berlangsung, pergi dahulu mereka ziarah ke kuburan
orang yang sama-sama di cintainya.”…’’Tuti mendekatkan dirinya kepada Yusuf dan
laksana tunangannya itu sudah tahu akan perasaannya yang berkecamuk dalam
hatinya, katanya mesra berbisik sebagai menyambung. “tetapi Yusuf, hidup kita
adalah kerja.” Maka mereka meninggalakan tempat itu kembali pulang.
D. Sinopsis
Tuti adalah putri sulung Raden Wiriatmadja. Dia dikenal
sebagai seorang gadis yang pendiam teguh dan aktif dalam berbagai kegiatan
organisasi wanita. Watak Tuti yang selalu serius dan cenderung pendiam sangat
berbeda dengan adiknya Maria. Ia seorang gadis yang lincah dan periang.
Suatu hari, keduanya pergi ke pasar ikan. Ketika sedang asyik
melihat-lihat akuarium, mereka bertemu dengan seorang pemuda. Pertemuan itu
berlanjut dengan perkenalan. Pemuda itu bernama Yusuf, seorang Mahasiswa
Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta. Ayahnya adalah Demang Munaf, tinggap di
Martapura, Sumatra Selatan.
Perkenalan
yang tiba-tiba itu menjadi semakin akrab dengan diantarnya Tuti dan Maria
pulang. Bagi yusuf, perteman itu ternyata berkesan cukup mendalam. Ia selal
teringat kepada kedua gadis itu, dan terutama Maria. Kepada gadis lincah inilah
perhatian Yusuf lebih banyak tertumpah. Menurutnya wajah Maria yang cerah dan
berseri-seri serta bibirnya yang selalu tersenyum itu, memancarkan semangat
hidup yang dinamis.
Esok
harinya, ketika Yusuf pergi ke sekolah, tanpa disangka-sangka ia bertemu lagi
dengan Tuti dan Maria di depan Hotel Des Indes. Yusuf pun kemudian dengan
senang hati menemani keduanya berjalan-jalan. Cukup hangat mereka
bercakap-cakap mengenai berbagai hal.
Sejak itu, pertemuan antara Yusuf dan Maria berlangsung lebih
kerap. Sementara itu Tuti dan ayahnya melihat hubungan kedua remaja itu tampak
sudah bukan lagi hubungan persahabatan biasa.
Tuti
sendiri terus disibuki oleh berbagai kegiatannya. Dalam kongres Putri Sedar
yang berlangsung di Jakarta, ia sempat berpidato yang isinya membicarakan
emansipasi wanita. Suatu petunjuk yang memperlihatkan cita-cita Tuti untuk
memajukan kaumnya.
Pada masa liburan, Yusuf pulang ke rumah orang tuanya di
Martapura. Sesungguhnya ia bermaksud menghabiskan masa liburannya bersama
keindahan tanah leluhurnya, namun ternyata ia tak dapat menghilangkan rasa
rindunya kepada Maria. Dalam keadaan demikian, datang pula kartu pos dari Maria
yang justru membuatnya makin diserbu rindu. Berikutnya, surat Maria datang
lagi. Kali ini mengabarkan perihal perjalannya bersama Rukamah, saudara
sepupunya yang tinggal di Bandung. Setelah membaca surat itu, Yusuf memutuskan
untuk kembali ke Jakarta, kemudian menyusul sang kekasih ke Bandung. Setelah
mendapat restu ibunya, pemuda itu pun segera meninggalkan Martapura.
Kedatangan Yusuf tentu saja disambut hangat oleh Maria dan
Tuti. Kedua sejoli itu pun melepas rindu masing-masing dengan berjalan-jalan di
sekitar air terjun di Dago. Dalam kesempatan itulah, Yusuf menyatakan cintanya
kepada Maria.
Sementara hari-hari Maria penuh dengan kehangatan bersama
Yusuf, Tuti sendiri lebih banyak menghabiskan waktunya dengan membaca buku.
Sesungguhpun demikian pikiran Tuti tidak urung diganggu oleh keinginannya untuk
merasakan kemesraan cinta. Ingat pula ia pada teman sejawatnya, Supomo. Lelaki
itu pernah mengirimkan surat cintanya kepada Tuti.
Ketika Maria mendadak terkena demam malaria, Tuti menjaganya
dengan sabar. Saat itulah tiba adik Supomo yang ternyata disuruh Supomo untuk
meminta jawaban Tuti perihal keinginandsnya untuk menjalin cinta dengannya.
Sesungguhpun gadis itu sebenarnya sedang merindukan cinta kasih seorang, Supomo
dipandangnya sebagai bukan lelaki idamannya. Maka segera ia menulis surat
penolakannya.
Sementara itu, keadaan Maria makin bertambah parah. Kemudian
diputuskan untuk merawatnya di rumah sakit. Ternyata menurut keterangan dokter,
Maria mengidap penyakit TBC. Dokter yang merawatnya menyarankan agar Maria
dibawa ke rumah sakit TBC di Pacet, Sindanglaya Jawa Barat.
Perawatan terhadap Maria sudah berjalan sebulan lebih lamanya. Namun keadaannya
tidak juga mengalami perubahan. Lebih daripada itu, Maria mulai merasakan
kondisi kesehatan yang makin lemah. Tampaknya ia sudah pasrah menerima
kenyataan.
Pada suatu kesempatan, disaat Tuti dan Yusuf berlibur di
rumah Ratna dan Saleh di Sindanglaya, disitulah mata Tuti mulai terbuka dalam
memandang kehidupan di pedesaan. Kehidupan suami istri yang melewati
hari-harinya dengan bercocok tanam itu, ternyata juga mampu membimbing
masyarakat sekitarnya menjadi sadar akan pentingnya pendidikan. Keadaan
tersebut benar-benar telah menggugah alam pikiran Tuti. Ia menyadari bahwa
kehidupan mulia, mengabdi kepada masyarakat tidak hanya dapat dilakukan di kota
atau dalam kegiatan-kegiatan organisasi, sebagaimana yang selama ini ia
lakukan, tetapi juga di desa atau di masyarakat mana pun, pengabdian itu dapat
dilakukan.
Sejalan dengan keadaan hubungan Yusuf dan Tuti yang
belakangan ini tampak makin akrab, kondisi kesehatan Maria sendiri justru kian
mengkhawatirkan. Dokter yang merawatnya pun rupanya sudah tak dapat berbuat
lebih banyak lagi. Kemudian setelah Maria sempat berpesan kepada Tuti dan Yusuf
agar keduanya tetap bersatu dan menjalin hubungan rumah tangga, Maria
mengjhembuskan napasnya yang terakhir. “Alangkah bahagianya saya di akhirat
nanti, kalau saya tahu, bahwa kakandaku berdua hidup rukun dan berkasih-kasihan
seperti kelihatan kepada saya dalam beberapa hari ini. Inilah permintaan saya
yang penghabisan dan saya, saya tidak rela selama-lamanya kalau kakandaku
masing-masing mencari peruntungan pada orang lain”. Demikianlah pesan terakhir
almarhum Maria. Lalu sesuai dengan pesan tersebut Yusuf dan Tuti akhirnya tidak
dapat berbuat lain, kecuali melangsungkan perkawinan karena cinta keduanya
memang sudah tumbuh bersemi.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Setelah
menganalisis novel Layar Terkembang karya St. Takdir Alisjahbana berdasarkan
metode atau pendekatan structural maka dapat disimpulkan bahwa novel tersebut
mempunyai unsur-unsur pembentuk yang saling terjalin erat (koherensi). Makna
unsur-unsur sastra dalam novel tersebut dapat dipahami dan dinilai sepenuhnya
oleh penulis. Walaupun usaha untuk
mengetahui unsur-unsur tersebut cukup rumit, tetapi setelah dianalisis sangat
bermanfaat. Novel Layar terkembang menunjukkan masa perjuangan seorang wanita
yang ingin merdeka atau antisipasi wanita yang sangat besar.
B.
Saran
Novel Layar
Terkembang sangat bermanfaat apabila kita analisis, khususnya wanita. Untuk
itu, diharapkan para penulis muda mampu meneruskan karya St. Takdir Alisjahbana
dengan menulis roman yang bertema emansipasi wanita. Dan diharapkan bagi
pembaca mampu meneladani sifat Tuti yang mempunyai semangat juang yang tinggi.
DAFTAR
PUSTAKA
Alisjahbana, St. Takdir. 2006. Layar
Terkembang. Jakarta: Balai Pustaka
Sigalingging, H. 2013. Pengantar Kritik
Sastra. Jakarta: Halaman Moeka