Membaca untuk Menguasai Dunia
Oleh:
Juliana Simamora
Minat
baca berkaitan erat dengan tradisi masyarakat.
Rendahnya minat baca masyarakat Indonesia memunculkan
sebuah ungkapan yang sangat satir,” Kalau orang Jepang tidur untuk membaca, tetapi orang Indonesia membaca
untuk tidur “.
Tidak bisa dipungkiri bahwa minat baca masih menjadi
masalah. Kebiasaan kita kalau membaca bawaanya mengantuk, kemudian tidur pulas.
Mungkin ini ada hubunganya dengan kebiasaan para orangtua
membacakan novel dongeng sebelum tidur. Akibatnya tumbuh persepsi pada diri anak bahwa membaca
hanya dilakukan pada saat akan tidur.
Membaca
merupakan bagian dari kebiasaan atau rutinitas.
Semakin sering orang membaca maka kegiatan tersebut akan
“otomatis“ dilakukan kapanpun dan dimana pun .Ibaratnya seperti makan.
Rutinitas bukan sekedar untuk menghilangkan rasa lapar,
tetapi terkadang saat tidak laparpun kita mengunyah makanan alias ngemil.
Pandangan
pesimis terhadap minat baca memang beralasan, akan tetapi tidak juga dijadikan
indikator bahwa para siswa tidak suka membaca. Buktinya banyak sekali buku bacaan yang di cetak ulang
sampai puluhan kali belum lagi setiap tahun ratusan judul baru di cetak dan diterbitkan.
Pembahasan buku pun selalu menarik perhatian, bahkan
pembacalah yang menobatkan sebuah buku menjadi terlaris.
Lihat saja fenomena buku–buku bertema petualangan,
komik dan buku-buku lainnya.
Dari sudut pandang ini, kita masih mempunyai harapan dan
optimisme bahwa tradisi membaca dapat terus diperjuangkan.
Bagaimana kita memotivasi para siswa khususnya untuk mau
ngemil membaca. Banyak pihak yang harus berperan, termasuk peran pemerintah dalam
mengupayakan penyediakan buku yang terjangkau oleh para siswa.
Lalu bagaimana dengan Jepang?, Jepang maju karena
membaca.
Sebenarya,
antara Jepang dengan Indonesia memiliki rasa kebangkitan
yang sama .Jepang mulai bangkit pada tahun 1945 setelah Hirosima dan Nagasaki
hancur lebur di Bom Atom. Begitu
pula denga Indonesia, mulai bangkit sebagai negara yang merdeka pada tahun 1945
setelah lepas dari penajahan Jepang. Namun apa yang terjadi saat ini? Jelas, Indonesia sangat
jauh tertinggal dalam segala hal dibanding Jepang. Salah seorang dosen pernah berkata
seperti ini di sebuah kelas “Orang Jepang kalau bisa mereka membeli otak
Indonesia pasti di beli, karena apa ? karean otak Indonesia masih belum diisi
sedangkan otak orang Jepang sudah penuh, jadi mereka butuh memory lain”. Perbedaanya adalah, Jepang bangkit ,mengisi otak
sedangkan Indonesia bangkit dengan mengisi perut.
Jepang
sangat paham betul bahwa membaca adalah cara yang tepat untuk menguasai dunia.
Cara itulah yang dilakukan Jepang selama lebih dari 30 tahun yang silam. Jepang mulai membangun negaranya dengan membaca.
Mereka memasukkan ratusan bahkan ribuan buku dari luar
jepang dan meneremahkanya ke dalam bahasa jepang, lalu mulai menganjurkan masyarakatnya untuk terus membaca.
Hasilnya
luar biasa .Hanya dalam waktu kurang dari 30 tahun.
Jepang mampu bangkit sebagai negara yang soperior.
Kemajuanya mampu mengimbangi negara Amerika dan negara
maju lainnya
di bidang ekonomi dan penguasaan
teknologi hal ini memberitakan contoh yang sangat nyata bahwa membaca
mampu melahirkan banyak keuntungan. Maka membacalah agar bisa menguasai dunia.
Kalau kita perhatikan anak – anak usia Tk
dilingkungan kita sudah terampil mengeja kata dan membaca. Sehingga pada saat kelas satu SD mereka bukan lagi belajar membaca, tetapi sudah mulai memahami isi bacaan.
Bahan bacaan yang tersediapun sudah mulai banyak dan
beragam .
Meskipun sebagian buku terbilang masih mahal, tetapi beberapa perpustakaan, tempat penyewaan buku atau taman
bacaan dalam dimamfaatkan untuk memperoleh bacaan murah bahkan gratis.
Persoalanya sekarang adalah banyak orang yang sudah bisa
membaca tetapi tidak suka membaca. Sebab mereka merasa tidak memperoleh banyak mamfaat dari
membaca. Selain itu, kita juga terlalu disibukkan oleh rutinitas sehari–hari yang
semakin sulit. Sehingga tidak ada waktu untuk membaca.
Kondisi
ini bukan saja tanggungjawab sekolah dan pendidik, melainkan juga tanggungjawab
orang tua sebagai pendamping anak di rumah.
Sebagai orangtua yang berkecimpung dalam kegiatan membantu anak agar mencintai buku,
pembaca yang bergairah kerap menemukan kecintaan membaca di rumah, dari orang
tua.
Mereka bukan saja berbagi bacaan dengan teman atau saudara melainkan juga memiliki kebebasan
untuk membaca ataupun yang ingin mereka baca. Jadi, peran orangtua dalam
membetuk budaya membaca pada anak sangatlah utama.
Kecintaan
membaca dapat dimulai sejak kecil. Pada usia 2-5 tahun di anggap sebagai usia ajaib.
Anak pada usia ini memiliki kegairahan yang luar biassa
untuk mendengarkan dongeng, bermain, belajar, menulis atau menggambar.
Ketika mereka sudah siap untuk
belajar membaca dapat dimulai dengan hal–hal kecil seperti mengenakan permainan
yang menggunakan huruf .Perkenalkan pula pada buku-buku bergambar agar mereka terbiasa memegang dan melihat
buku.
Pada
usia 6-8 tahun, disebut usia penemuan, merupakan masa anak–anak mulai mampu
membaca sendiri. Mereka mulai menggeser bacaan bergambar dengan teks yang lebih banyak
.Orangtua perlu memberikan pemahaman bahwa buku merupakan cara hebat untuk
belajar lebih banyak dari kegiatan yang mereka cintai .Jenis bacaanpun terus
ditingkatkan sesuai dengan perkembangan usia.
Pada
usia 9-10 tahun, anak–anak mulai menyukai cerita misteri dan fantasi.
Tidak heran kalau buku harry potter yang begitu tebal mampu di baca anak–anak ini.
Dalam cerita fantasi seperti Harry Potter ada dunia
imajinasi yang sangat di senangi anak-anak. Jika sejak kecil anak sudah terbasa membaca dan mencintai
buku. Pada
perkembangan usia selanjutnya kita tidak akan terlalu sulit meminta mereka
gemar membaca. Pada usia 11-12 tahun, mereka sudah mulai meninggalkan bacaan anak–anak seperti dongeng.
Mereka sudah dapat menentukan sendiri bacaan yang
disukainya. Buku yan di baca mulai beralih ke buku–buku remaja baik fiksi maupun
nonfiksi. Persoalan lain dari masalah membaca kurang tersedianya
bahan bacaan .Jangankan di rumah, diperpustakaan sekolahpun terkadang tidak tersedia
buku–buku yang mampu menarik minat siswa untuk membaca disana.
Perpustakaan menjadi tempat yang tidak penting, apalagi
ditambah dengan pengelolaan yang kurang baik.
Dalam
hal ini, pemerintah harus berperan dalam memberikan layanan mudah bagi para
siswa untuk memperoleh bahan bacaan. Anggaran pendidikan sebesar 20% sangat realistis untuk meningkatkan
kualitas pendidikan, termasuk di dalamnya penyediaan buku–buku gratis bagi
siswa.
Masalah yang penting lagi adalah motivasi.
Para guru sedikitnya mampu memberikan motivasi kepada
siswa untuk membaca dan memahami pentingya membaca. Motivasi dapat diartikan
sebagai suatu tenaga atau faktor yang terdapat dalam diri manusia yang
menimbulkan, mengarahkan dan mengorganisasikan tingkah lakunya.
Motivasi ini tidak lepas dari pengaruh atau faktor–faktor
yang ada disekitar kita. Sebuah motivasi akan muncul karena dua unsur, yakni unsur
dorongan/kebutuhan dan unsur tujan. Dengan demikian untuk menumbuhkan motivasi, kita dapat
berpijak pada salah satu atau kedua unsur tersebut.
Jika siswa sudah termotivasi untuk membaca , mereka akan
menjadikan membaca sebagai kegemaran yang menyenangkan.
Sudah saatnya kita mengubah persepti buruk tentang
membaca dengan memotivasi diri untuk terus membaca dan membaca.
Tidak ada kata terlambat untuk maju, dan mengubah
ungkapan menjadi” orang Jepang tidur untuk membaca , orang Indonesia juga”.
Mari kita membaca
untuk menguasai dunia.